Rabu, 22 Juni 2016

Pembelajaran Penemuan Terbimbing

Rangkuman Makalah Pembelajaran Inovatif II
Pembelajaran Penemuan Terbimbing



Dosen Pembimbing:
Lestariningsih, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh:
1.      Aizzatur Rohmah                          Nim: 1431009
2.      Mauidatul jannah                          Nim: 1431049
3.      Muhammad Zailan Novianto        Nim: 1431048
4.      Ristia Havadoh Ervina                  Nim: 1431069


STKIP PGRI SIDOARJO
Jalan Kemiri, Telp.(031) 8950181, Fax.(031) 8071354, Sidoarjo.
Website : http://stkippgri-sidoarjo.ac.id
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
2016




Pembelajaran Penemuan Terbimbing

Pengertian


Metode penemuan terbimbing merupakan kegiatan yang membutuhkan keterlibatan guru dalam proses pembelajaran, di mana masalah dikemukakan oleh guru atau bersumber dari buku teks kemudian siswa berpikir untuk menemukan jawaban terhadap masalah tersebut di bawah bimbingan intensif guru.

Sejarah

Model penemuan merupakan model belajar yang dipopulerkan oleh Bruner. Model ini menghendaki keterlibatan aktif siswa dalam memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip, sedangkan guru mendorong siswa agar memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Cara ini sudah digunakan puluhan abad yang lalu dan Socrates dianggap sebagai pemula dalam penggunaan metode ini. Bruner  mengatakan bahwa penemuan adalah suatu proses, suatu cara, atau pendekatan pemecahan masalah, bukan hasil kerja.

Karateristik

  1. Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan;
  2. Berpusat pada siswa;
  3. Kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.


Prinsip-Prinsip

  1. Metode penemuan terbimbing ialah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip
  2. Metode pembelajaran penemuan merupakan suatu metode pengajaran yang menitikberatkan pada aktifitas siswa dalam belajar.


Langkah-Langkah

1. Fase 1: pemberian rangsangan (stimulation)
  • Peserta didik dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri.
  • Guru memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
  • Stimulasi pada fase ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.

2. Fase 2: identifikasi masalah (problem identification)
  • Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk diajukan.

3. Fase 3: pengumpulan data (data collection)
  • Ketika eksplorasi berlangsung guru berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis
  • Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis. Dengan demikian peserta didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan data berbagai informasi hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).
  • Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pertanyaan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang relevan, membaca literature, mengamati objek, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.

4. Fase 4: pengolahan data (data processing)
  • Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dari sumber-sumber informasi yang kemudian ditafsirkan.

5. Fase 5: pembuktian (verification)
  • Peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil pengolahan data.
  • Verifikasi Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpaidalam kehidupannya.

6. Fase 6: menarik kesimpulan (generalization)
  • Menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.
  • Berdasarkan hassil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari verifikasi. 

Contextual Teaching and Learning (CTL)

Rangkuman Makalah Pembelajaran Inovatif II
Contextual Teaching and Learning (CTL)”

Dosen Pembimbing:
Lestariningsih, S.Pd., M.Pd.
Disusun Oleh:
1.    Citra Windihyanti F.             (1431022)
2.    Dewi Fatmawati                   (1431026)
3.    Lukmanul Hakim                  (1431044)
4.    Sigit Prasetiyo                       (1431075)
5.    Afifatuz Zakkiyah                 (1431090)

STKIP PGRI SIDOARJO
Jalan Kemiri, Telp.(031) 8950181, Fax.(031) 8071354, Sidoarjo.
Website : http://stkippgri-sidoarjo.ac.id
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
2016


Contextual Teaching and Learning

Sejarah
Model pembelajaran kontekstual atau CTL telah jauh dikembangkan oleh ahli-ahli pendidikan dan bukan barang baru, salah satunya adalah John Dewey, seperti dikatakan Dewey bahwa model pembelajaran ini dikembangkannya pada tahun 1916, yang ia sebut dengan learning by doing ini era tahun 1916, kemudian tahun 1970-an konsep model pembelajaran kontekstual ini lebih dikenal dengan experiential learning, kemudian pada era tahun 1970-1980 lebih dikenal dengan applied learning, pada tahun 1990-an model kontekstual ini dikenal dengan school to work. Kemudian pada era tahun 2000-an, model kontekstual ini lebih efektif digunakan.

Pengertian
Model pembelajaran CTL adalah konsep pembelajaran yang melibatkan siswa untuk melihat makna di dalam materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Karakteristik
  1. Dalam CTL pembelajaran merupakan proses mengaktifkan pengetahuan yang sudah ada
  2. Pembelajaran CTL adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru
  3. Pemahaman pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini
  4. Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut
  5. Melakukan refleksi strategi pengembangan pengetahuan.


Prinsip-Prinsip
  1. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental siswa
  2. Membentuk  kelompok belajar yang saling tergantung
  3. Mempertimbangkan diferensiasi (keragaman) siswa
  4. Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri
  5. Memperhatikan multi-intelegensi
  6. Menerapkan penilaian autentik.


Keunggulan
  1. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna
  2. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik yang diajarkan.
  3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan.
  4. Menciptakan masyarakat belajar
  5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran
  6. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan
  7. Melakukan penelian secara objektif.


Kelemahan
  1. Bagi guru kelas, guru harus memiliki kemampuan untuk memahami secara mendalam dan komprehensif tentang konsep pembelajaran dengan menggunakan CTL itu sendiri, pontensi individual siswa dikelas, sarana, media, alat bantu serta kelengkapan pembelajaran yang menunjang aktivitas siswa dalam belajar.
  2. Bagi siswa diperlukan kemampuan tentang inisiatif dan kreatifitas dalam belajar, memiliki wawasan pengetahuan yang memadai dari setiap mata pelajaran, adanya perubahan sikap dalam menghadapi persoalan dan memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi dalam menyelesaikan tugas-tugas.



Sintaks

Inkuiri

Rangkuman Makalah Pembelajaran Inovatif II
Metode Pembelajaran Inkuiri



Dosen Pembimbing:
Lestariningsih, S.Pd., M.Pd.
Disusun oleh:
1.      Ahmad Didit Chayono.                Nim: 1431005
2.      Anni’mah Manzila Putri                Nim: 1431014
3.      Imro’atus Sholichah                      Nim: 1431038
4.      M. Arya Setiawan Abadi              Nim: 1431054
5.      Nia Erlita Parastuti                        Nim: 1431056


STKIP PGRI SIDOARJO
Jalan Kemiri, Telp.(031) 8950181, Fax.(031) 8071354, Sidoarjo.
Website :http://stkippgri-sidoarjo.ac.id
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
2016




Metode Pembelajaran Inkuiri

Sejarah
       Model inkuiri pertama kali dikembangkan oleh Richad Suchman pada tahun 1962 yang memandang hakikat belajar sebagai latihan berpikir melalui pertanyaan-pertanyaan.

Pengertian
Metode pembelajaran inkuiri adalah metode pembelajaran dimana siswa dituntut untuk lebih aktif dalam proses penemuan, penempatan siswa lebih banyak belajar sendiri serta mengembangkan keaktifan dalam memecahkan masalah.

Karakteristik
  1. Jawaban yang dicari siswa tidak diketahui terlebih dahulu
  2. Siswa berhasrat untuk menemukan pemecahan masalah
  3. Suatu masalah ditemukan dengan pemecahan siswa sendiri
  4. Hipotesis dirumuskan oleh siswa untuk membimbing percobaan atau eksperimen.
  5. Para siswa mengusulkan cara-cara pengumpulan data dengan mengumpulkan data, mengadakan pengamatan, membaca atau menggunakan sumber lain
  6. Siswa melakukan penelitian secara individu atau berkelompok untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk menguji hipotesis tersebut
  7. Siswa mengolah data sehingga mereka sampai pada kesimpulan.

Prinsip-Prinsip
  1. Berorientasi pada pengembangan intelektual
  2. Prinsip interaksi
  3. Prinsip bertanya
  4. Prinsip belajar untuk berpikir
  5. Prinsip keterbukaan.

Kelebihan
  1. Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berfikir sebab ia berfikir dan menggunakan kemampuan untuk hasil akhir
  2. Perkembangan cara berfikir ilmiah, seperti menggali pertanyaan, mencari jawaban, dan menyimpulkan / memperoses keterangan dengan metode inkuiri dapat dikembangkan seluas-luasnya
  3. Dapat melatih anak untuk belajar sendiri dengan positif sehingga dapat mengembangkan pendidikan demokrasi.

Kelemahan
  1. Belajar mengajar dengan metode inkuiri memerlukan kecerdasarn anak yang tinggi. Bila anak kurang cerdas, hasilnya kurang efektif
  2. Metode inkuri kurang cocok pada anak yang usianya terlalu muda, misalnya anak SD.

Langkah-Langkah
  1. Orientasi, langkah ini untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif sehingga dapat merangsang dan mengajak untuk berpikir memecahkan masalah.
  2. Merumuskan masalah, langkah ini membawa siswa pada persoalan yang mengaandung teka-teki.
  3. Mengajukan hipotesis, langkah ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan permasalahan yang telah diberikan.
  4. Mengumpulkan data, aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotessis  myang diajukan.
  5. Menguji hipotesis, proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data.
  6. Merumuskan kesimpulan, proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.

Selasa, 21 Juni 2016

Penerapan Lesson Study dalam Pembelajaran Matematika

Penerapan Lesson Study dalam Pembelajaran Matematika
(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran Inovatif II)


Dosen Pembimbing:
Lestariningsih, S.Pd., M.Pd.
Disusun oleh:
1.    Abdul Khakim Kurniawan                   NIM: 1431001
2.    Ahmad Hariz M.                                  NIM: 1431006
3.    Cicinidia                                               NIM: 1431021
4.    Indah Silvia Hadi                                 NIM: 1431040
5.    Ristia Havadoh E.                                NIM: 1431069
6.    Rizky Yuniar Hakim                            NIM: 1431070

STKIP PGRI SIDOARJO
Jalan Kemiri, Telp.(031) 8950181, Fax.(031) 8071354, Sidoarjo.
Website :http://stkippgri-sidoarjo.ac.id
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

2016

A.     Sejarah Lesson Study
Lesson Study telah berkembang sejak abad 18 di negara Jepang. Konsep Lesson Study semakin berkembang pada tahun 1995 berkat kegiatan The Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) yang diikuti oleh empat puluh satu negara dan ternyata dua puluh satu negara di antaranya memperoleh skor rata-rata matematika yang secara signifikan lebih tinggi dari skor rata-rata matemtika di Amerika Serikat.
Di Indonesia, konsep Lesson Study berkembang melalui program Indonesia Mathematics and Science Teacher Education Project (IMSTEP) yang diimplementasikan sejak Oktober tahun 1998 di tiga IKIP
B.     Pengertian Lesson Study
Lesson Study bukan sebuah metode atau strategi pembelajaran tetapi serangkaian kegiatan pembelajaran yang dapat diterapkan di dalamnya berbagai metode atau strategi pembelajaran yang dianggap efektif dan sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahan faktual yang dihadapi guru di dalam kelas, dan Lesson Study merupakan suatu cara peningkatan mutu pendidikan yang tak pernah berakhir (continuous improvement), alias inovasi yang tiada henti.
C.     Ciri-Ciri Lesson Study
1.      Tujuan bersama untuk jangka panjang.
2.      Materi pelajaran yang penting.
3.      Studi tentang siswa secara cermat.
4.      Observasi pembelajaran secara langsung.
D.     Prinsip-Prinsip Lesson Study
1.      Diusahakan adanya kegiatan hands-on dan mind-on selama pembelajaran tersebut berlangsung,
2.      Pembelajaran diusahakan dapat menyentuh permasalahan yang berhubungan dengan hidupan sehari-hari siswa,
3.      Perencanaan pembelajaran tersebut mencoba mengembangkan media pembelajaran yang berbasis local materials.
E.     Tahapan Kegiatan Lesson Study
Lesson Study terdiri dari 3 tahapan yaitu: perencanaan (plan), pelaksanaan (do), dan refleksi (see).
F.      Keunggulan dan Kelemahan Lesson Study
1.      Keunggulan Lesson Study
a.       Membantu guru untuk mengobservasi dan mengkritisi pembelajarannya
b.      Meningkatkan mutu guru dan mutu pembelajaran yang pada gilirannya berakibat pada peningkatan mutu lulusan
c.       Memperbaiki praktek pembelajaran di kelas
d.      Meningkatkan kolaborasi antar sesama guru dalam pembelajaran
2.    Kelemahan Lesson Study
a.       Kurangnya pemahaman dan komitmen guru mengenai apa, mengapa, dan bagaimana melaksanakannya.
b.      Kurang terbiasa mengembangkan budaya saling belajar